Home » , , , » Pesona Kebaya Sarung Peranakan

Pesona Kebaya Sarung Peranakan

TEMPO.CO, Singapura - Gamaria, 25 tahun, harus blasak-blusuk keluar-masuk kampung di Cirebon. Kampung Trusmi Kulon dan Wetan, Cirebon, merupakan tempat wajib saat mengunjungi Indonesia. Warga negara Singapura ini mengikuti jejak langkah ibunya, yang gemar berbelanja sarung asli Indonesia. Selain Cirebon, dia pergi berburu ke Pekalongan, Solo, dan Lasem di Jawa Tengah.

Di Singapura, orang dari berbagai suku bangsa, yakni Melayu, Cina, Arab, dan India, mengoleksi batik Indonesia, atau lebih dikenal dengan nama batik pesisir, seperti yang dilakukan Gamaria. Batik pesisir itu dipadu dengan atasan kebaya encim atau kebaya Cina. Tak cuma diburu, Museum Peranakan di Jalan Armenian, Singapura, hingga 8 April mendatang, memamerkan puluhan busana kain batik dan kebaya sentuhan pesisir Jawa tersebut.

Rupanya, tak hanya perempuan Betawi atau perempuan keturunan Cina di Indonesia yang mengenakan busana itu, perempuan peranakan di Singapura pun mengenakan busana tersebut. "Para perempuan peranakan, baik hasil perkawinan India-Cina atau Cina-Melayu, memakainya pada abad itu," ujar Rafil Kamaruddin, Manajer Pemasaran dan Komunikasi Museum Peranakan, kepada Tempo dan lima jurnalis dari empat negara lain.

Busana-busana yang dipamerkan ini sebagian besar merupakan sumbangan koleksi pasangan Lee Kip Lee. Ada pula koleksi dari Gemeetenmuseum di Den Haag, Tropenmuseum di Amsterdam, dan Museum Volkenkunde di Leiden. Umumnya, busana ini berumur lebih dari 50 tahun. Tertera dalam keterangan di museum, busana-busana ini dijahit atau digambar serta diwarnai mulai akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20.

Jahitan kebaya encim ini sangat halus dan motifnya sangat indah. Rata-rata kebaya ini dibuat dari bahan katun atau sutera, dengan bordiran dan hiasan di seluruh tepiannya. Jika biasanya ujung kebaya encim lancip, di museum ini, ada kebaya dengan ujung berbentuk siku atau persegi. Warnanya pun bukan hanya putih atau putih gading, tapi ada juga yang merah jambu dan biru muda. Mereka juga memamerkan kamisol sebagai pelengkap kebaya encim atau sering disebut pula kebaya nyonya.

Tak hanya kebaya nyonya, ada juga kebaya seremoni dan baju panjang. Umumnya, kebaya seremoni atau baju panjang ini dijahit di daerah Penang, Malaka, atau Singapura.

Yang cukup cantik dari koleksi pasangan Lee Kip Lee ini adalah koleksi kain sarung batik. Batik pesisir mempunyai motif yang beragam, mulai bunga-bunga peony, bunga mawar, hingga burung hong. Ada pula kain panjang motif pagi-sore. Kain batik dan sarung ini kebanyakan dibuat di pesisir Jawa, seperti Pekalongan, Lasem, Sidoarjo, dan Kedungwuni.

Mereka juga memajang kain-kain panjang dengan corak India atau Arab. Koleksi busana ini ditata sedemikian rupa di lantai III Museum Peranakan. Ada yang terpajang di manequin, ada pula yang dipajang di dinding berlapis kaca. "Karena kainnya sudah sangat tua dan rentan jika disentuh," ujar pemuda yang mempunyai buyut dari Cilacap, Jawa Tengah, ini.

Seksi sarung dan kebaya ini merupakan salah satu bagian koleksi Museum Peranakan. Di museum ini, dipamerkan semua barang para turunan peranakan, mulai peralatan dapur, peralatan makan, peralatan pengantin, peralatan upacara keagamaan, upacara kematian, hingga upacara pesta.

Busana peranakan bermakna lintas batas, seperti aliran manusia sejak dulu hingga kini. Pesonanya masih terasa, minimal seperti yang dipamerkan di Museum Peranakan di Negeri Singa itu.
DIAN YULIASTUTI (SINGAPURA)

0 comments:

Posting Komentar