BANDUNG tak cuma dikenal sebagai Paris van Java, tapi juga diburu warga luar kota karena sajian kulinernya yang dahsyat. Itu pula yang mendasari lahirnya Komunitas Kuliner Bandung (KKB).
Komunitas ini berawal dari beberapa mahasiswa yang memiliki ketertarikan yang sama pada bidang kuliner. Mereka adalah Demi Yogaswara, Dimensi Idah, Billy Hamzah Fadli, Fachri, dan Yesiola. Melihat potensi kuliner Kota Bandung yang besar, ketertarikan mereka berkembang menjadi keinginan menggali potensi dan informasi yang berhubungan dengan kuliner Kota Bandung. Tujuannya, agar Bandung bisa jadi tempat wisata budaya.
Lewat jejaring sosial, para anggota komunitas yang terbentuk pada April 2008 ini saling bertukar informasi. Kegiatan pun mulai digelar, seperti menyelenggarakan acara menyusuri tempat- tempat penyedia makanan di Kota Bandung, mengadakan Junior Pizza Maker atau membuat piza bagi pemula, kelas masak, sampai kegiatan tahunan Bandung Heritage Culinary (BHC). Tak ketinggalan, berburu tempat-tempat kuliner yang baru di Bandung.
"Kalau sedang berburu makanan, kita cari yang ajib (enak, asyik), baik menu, tempat, maupun keunikannya," kata Billi Hamzah.
Tak hanya berburu tempat makan baru, KKB juga kerap mencari tempat makan atau makanan yang jadul alias sudah lama ada, tapi belum diketahui masyarakat umum. Yang dilakukan saat di lokasi juga tidak cuma makan-makan, tapi menggali informasi di balik makanan tersebut, langsung dari pelaku bisnisnya. Juga belajar tentang latar belakang dan kisah di balik kesuksesan si pengusaha makanan tersebut.
"Ini tak kalah seru dari acara makanmakannya. Dari informasi itu, kita bisa dapat inspirasi tentang kesuksesan. Kita bisa belajar dari mereka," kata Billi.
Meski namanya Komunitas Kuliner Bandung, tapi menurut Billi, anggotanya tak hanya mereka yang tinggal di Bandung. Banyak juga anggota yang datang dari Jakarta dan kota-kota lainnya.
"Sekarang jumlahnya sekitar 500 orang," tandasnya.
Saat ini media informasi para anggota bergantung pada jejaring sosial, yaitu Facebook dan Twitter. Dari jejaring sosial ini, segala info yang dibutuhkan tentang kuliner Kota Bandung bisa didapatkan. (ftr)
Komunitas ini berawal dari beberapa mahasiswa yang memiliki ketertarikan yang sama pada bidang kuliner. Mereka adalah Demi Yogaswara, Dimensi Idah, Billy Hamzah Fadli, Fachri, dan Yesiola. Melihat potensi kuliner Kota Bandung yang besar, ketertarikan mereka berkembang menjadi keinginan menggali potensi dan informasi yang berhubungan dengan kuliner Kota Bandung. Tujuannya, agar Bandung bisa jadi tempat wisata budaya.
Lewat jejaring sosial, para anggota komunitas yang terbentuk pada April 2008 ini saling bertukar informasi. Kegiatan pun mulai digelar, seperti menyelenggarakan acara menyusuri tempat- tempat penyedia makanan di Kota Bandung, mengadakan Junior Pizza Maker atau membuat piza bagi pemula, kelas masak, sampai kegiatan tahunan Bandung Heritage Culinary (BHC). Tak ketinggalan, berburu tempat-tempat kuliner yang baru di Bandung.
"Kalau sedang berburu makanan, kita cari yang ajib (enak, asyik), baik menu, tempat, maupun keunikannya," kata Billi Hamzah.
Tak hanya berburu tempat makan baru, KKB juga kerap mencari tempat makan atau makanan yang jadul alias sudah lama ada, tapi belum diketahui masyarakat umum. Yang dilakukan saat di lokasi juga tidak cuma makan-makan, tapi menggali informasi di balik makanan tersebut, langsung dari pelaku bisnisnya. Juga belajar tentang latar belakang dan kisah di balik kesuksesan si pengusaha makanan tersebut.
"Ini tak kalah seru dari acara makanmakannya. Dari informasi itu, kita bisa dapat inspirasi tentang kesuksesan. Kita bisa belajar dari mereka," kata Billi.
Meski namanya Komunitas Kuliner Bandung, tapi menurut Billi, anggotanya tak hanya mereka yang tinggal di Bandung. Banyak juga anggota yang datang dari Jakarta dan kota-kota lainnya.
"Sekarang jumlahnya sekitar 500 orang," tandasnya.
Saat ini media informasi para anggota bergantung pada jejaring sosial, yaitu Facebook dan Twitter. Dari jejaring sosial ini, segala info yang dibutuhkan tentang kuliner Kota Bandung bisa didapatkan. (ftr)
0 comments:
Posting Komentar