Bila Pilot Pesawat Stres

TEMPO.CO, Jakarta - Stres pada penerbang merupakan salah satu bentuk faktor risiko yang disebabkan manusia dalam sebuah kecelakaan pesawat. Berbagai macam stres dapat dialami penerbang ataupun awak kabin yang sedang terbang.

"Karena itu tubuh kami diharuskan bisa beradaptasi dengan cepat dibandingkan orang biasa," ujar salah satu Pilot Garuda Airlines, Captain Lucky Laksmono, dalam seminar Human Factor in Aviation di Lakespra Haryanto, Selasa, 5 Juni 2012.

Tidak hanya stres, faktor manusiawi sebagai penyebab kecelakaan juga dapat terjadi akibat waktu tidur yang tidak cukup. Karena itu tidak mengherankan bila pilot pesawat harus bisa menciptakan waktu tidur sendiri, lalu menyiasatinya dengan berbagai cara.

"Misalnya jam tidur biologis kita di Indonesia jam 12 malam, tapi tiba di Amsterdam siang, ya harus diciptakan kondisi pura-puranya malam," ujar Lucky.

Bahkan rasa kantuk menjadi salah satu bentuk pembelajaran dasar para pilot tempur. Ini masuk dalam strategi Military Training Intelligent Enemies. Salah satunya ketika harus menghadapi keadaan yang disebut Human Interactions as Weapon.

"Jangan sampai salah indentifikasi, menembak sasaran, yang ditembak adalah kapal nelayan," ujar Pilot Pesawat Tempur, Angkatan Udara, Kolonel Penerbang Agung Sasongkojati, pada kesempatan yang sama.
Karena itu, tidak hanya dokter spesialis penerbangan yang diperlukan dalam menjaga stamina penerbang. Seorang psikolog penerbangan juga diperlukan, untuk mencegah terjadinya kecelakaan penerbangan.

"Stres bukan faktor utama pada kecelakaan pesawat, tapi stres merupakan faktor resiko penyebab terjadinya kecelakaan pesawat," ujar Psikolog Penerbangan yang juga ahli Human Factors in Aviation, Drs. Widura Imam Mustopo, MPsi.
CHETA NILAWATY

0 comments:

Posting Komentar